Mengenai Saya

Foto saya
Pangkalan Balai, Palembang, Indonesia

Desa Siaga Durian Daun

Selasa, 29 Maret 2011


Penilaian Adipura Tiga KaliPDFCetakE-mail
Selasa, 08 Maret 2011 03:00
PALEMBANG – Menteri Lingkungan Hidup RI, Prof Dr Gusti Muhammad Hatta MS, membuka Rapat Koordinasi Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Ekoregion Sumatera di Hotel Jayakarta Daira, kemarin. Rakor tersebut berlangsung selama dua hari, 7-8 Maret. Dihadiri diikuti 151 instansi lingkungan hidup kabupaten/kota dari 10 provinsi di Sumatera. Narasumbernya selain dari berbagai kementerian terkait juga dari perguruan tinggi di Sumatera.
      “Rakor ini diselenggarakan di lima wilayah ekoregion di Indonesia. Yang pertama untuk wilayah Sumatera, kemudian Bali-Nustra di Mataram pada 10-12 Maret, wilayah Jawa di Jogjakarta pada 21-22 Maret, wilayah Sumapapua di Makassar pada 23-24 Maret dan wilayah Kalimantan di Banjarmasin pada 28-29 Maret,” jelas Gusti.
    Ada beberapa hal yang jadi perhatian Menteri Lingkungan Hidup. Salah satunya, Presiden RI meminta adanya penurunan 20 persen hotspot (titik api) setiap tahunnya di Indonesia.  Ada empat provinsi yang menjadi perhatian pemerintah terkait potensi hotspot, salah satunya Sumsel. Tahun lalu, berhasil menurunkan potensi hotspot sekitar 70 persen secara nasional. Tahun ini, berdasar perkiraan BMKG, hingga April masih dalam pengaruh Lanina sehingga tetap basah.
    Dari April hingga Juni, dalam pengaruh moderat. Yang perlu diwaspadai mulai Juni hingga akhir tahun kemungkinan iklim kering.  Diharapkan tidak terjadi kebakaran hutan yang memproduksi asap keluar negeri.  Gusti  juga menyikapi permasalahan sampah. Sebagai kota berkembang, ia ingin agar Sumsel bisa memperhatikan secara serius pengelolaan sampah dengan baik.
      “Palembang dan Surabaya jadi wakil Indonesia untuk bertanding dengan wakil-wakil dari negara lain di tingkat internasional dalam hal kebersihan kota,” ucap Gusti. Hanya saja, ia menilai perlu ada perhatian serius terhadap Palembang. Khususnya bagaimana agar tidak terjadi polusi dari pengolahan karet. Sehingga saat tim penilai datang ke Palembang tidak perlu menutup hidung karena bau menyengat.
      Sebagai contoh, di Padang ia baru mencanangkan program bank sampah. Di Sumsel diharapkan tidak hanya dilakukan pengolahan sampah, tapi  bagaimana memilah sampah sejak dari sampah rumah tangga untuk mempermudah proses pengolahan.  Untuk sungai, juga jadi fokus perhatian pengelolaan lingkungan hidup.
      Perlu ditingkatkan kinerja bagaimana menaikkan kelas kualitas air sungai di Sumatera. Misalnya DAS (daerah aliran sungai) Musi yang setelah penandatanganan prasasti ini akan dipantau pada sejumlah titik oleh Sumsel dan Bengkulu. “Sumatera sudah maju pesat, jangan sampai pembangunan merusak lingkungan hidup,” pintanya.
    Makanya sekarang ada program Green Economy. Dimana pembangunan tetap berjalan, namun rendah karbon. Kerusakan dan degradasi hutan menjadi penyumbang karbon dan penyebab efek rumah kaca terbesar. Pemeliharaan hutan dan memperbanyak penanaman tumbuhan menyumbang 14 persen pengurangan emisi gas karbon, 6 persen disumbang dari efisiensi energi dan energi terbarukan. Dan 6 persen lagi dari pengelolaan limbah yang baik. Dengan sinergis seluruh program itu diharapkan mampu menurunkan 26 persen gas karbon.
      Untuk meningkat kinerja pemerintah daerah, Menteri berencana mengurangi anggaran pusat dan menurunkannya ke daerah. Rencananya akan mulai 2012, tentu saja harus ada izin dari DPR RI dan internal di Kementerian Kehutanan. Jika rencananya itu berhasil, maka alokasi untuk daerah tahun depan akan meningkat lima kali lipat dibanding tahun lalu.
      Dan tahun berikutnya menjadi 6-7 kali lipat. Termasuk untuk pusat pengelolaan ekoregion pada masing-masing wilayah. Sementara untuk dana dekon yang selama ini besarnya hanya Rp500 juta akan dinaikkan, tapi jumlahnya tidak akan seragam, yang berprestasi tentu akan lebih besar. Untuk penilaian Adipura akan diperketat. Parameter yang dinilai juga terus bertambah. Misalnya yang ditambah tahun ini adalah kualitas air dan udara.
      Mulai tahun ini, penilaian Adipura juga akan melibatkan pusat studi lingkungan (PSL)  dari masing-masing perguruan tinggi. Dan sudah ada pula Dewan Penilai Adipura. Digunakan pula sistem silang sehingga menghilangkan unsur subjektivitas dan lebih objektif. Tahun depan, akan masukkan parameter lain dalam penilaian.
      “Penilaian Adipura sendiri dilakukan tiga kali dalam setahun. Target tahun ini seluruh kota di Indonesia, kalau tahun sebelumnya baru sekitar 70 persen saja,” kata Gusti.  Mulai tahun ini, hanya yang mendapatkan Adipura kencana dan yang pertamamendapat Adipura saja yang akan menerima piala Adipura langsung dari Presiden SBY. Sedangkan yang sudah pernah tapi belum lima kali hanya menghadiri saja.    
    Kepala Pusat Pengelolaan Ekoregion Sumatera, Ir M Ilham menambahkan, pelaksanaan rakor ini bertujuan menyinkronisasikan kegiatan pengelolaan lingkungan hidup secara nasional.  Melalui acara ini, Kementerian Lingkungan Hidup ingin menjaring aspirasi pemerintah daerah dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup secara optimal, konkrit dan strategis. “Kita juga ingin mendapatkan profil pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup daerah untuk mempertajam penetapan lokus strategis apabila dibutuhkan,” cetusnya.
      Melalui rakor ini, akan dikomunikasikan berbagai kendala dan hambatan yang dirasakan pihak daerah maupun Kementerian Lingkungan Hidup dalam menyusun langkah-langkah konkret penyelesaian permasalahan yang ada.  “Harapannya, dalam rakor ini dapat tercapai suatu kesepakatan usulan rencana kegiatan 2012 yang menjadi sinergis pemerintah pusat dan daerah di bidang lingkungan hidup dari setiap ekoregion,” beber Ilham.
      Sasaran dalam rakor ini di antaranya mendapatkan data dan profil umum daerah mengenai kemajuan, hambatan dan kebutuhan penunjang program pembangunan di bidang lingkungan hidup.  Dalam rakor dilakukan pula konsultasi teknis terkait kegiatan penurunan beban pencemaran, pengendalian kerusakan dan peningkatan kapasitas.
      “Hasil yang dicapai akan dibawa dalam rakor nasional lingkungan hidup juga menjadi masukan dalam Musrenbang bulan April mendatang,”ucapnya. Hadir dalam acara, perwakilan instansi lingkungan hidup provinsi dan kabupaten/kota, serta sector terkait seperti Kementerian Kehutanan, Kementerian PU, Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, Kementerian Pemberdayaan Perempuan, Bappenas serta Kementerian Keuangan.
      Ilham menambahkan, saat ini penyusunan program belum sepenuhnya mengacu pada kebutuhan riil daerah. Karena itu, program kerja di bidang lingkungan hidup selama ini belum  berjalan secara maksimal. Melalui rakor ini diharapkan terwujudnya sinergisitas pengelolaan sumber daya alam dan ekoregion di Sumatera.
      Fokus kerja tahun ini adalah pengendalian pencemaran, kerusakan dan kapasitas pengeloaan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Salah satu yang akan dilakukan adalah menjadikan DAS Musi sebagai pusat pengembangan ekoregion Sumatera.  Kemudian menetapkan titik pemetaan kualitas air. Untuk itu, dalam acara kemarin dilakukan penandatanganan prasasti pemantauan titik kualitas air DAS Musi antara Gubernur Sumsel Ir H Alex Noerdin dan Wagub Bengkulu H Junaidi Hamsyah dan diketahui Kementerian Lingkungan Hidup Prof Dr Gusti Muhammad Hatta.
        Gubernur Sumsel Ir H Alex Noerdin memanfaatkan acara itu untuk menjual Sumsel. Mulai dari sumber daya alam hingga energi dan pertambangan. Seluruh sector pembangunan masih tetap memperhatikan kelestarian lingkungan hidup. “Di Sumsel, tahun 2010 lalu ada 10 kota yang sudah menerima Adipura. Akan lebih kita tingkatkan lagi. Sebelumnya, di 2009 Sumsel menerima penghargaan lingkungan hidup terbaik se-Indonesia,” bebernya.
     Wako Palembang Eddy Santana Putra mengatakan, ruang terbuka hijau (RTH) Kota Palembang saat ini lebih dari 30 persen. “Satu pohon ditebang harus seizin saya. Pembangunan tetap akan mengacu pada pemeliharaan lingkungan hidup yang baik,”tukasnya.

Sementara itu, sekitar 10 ribu benih ikan nila kemarin ditabur ke kolam kambang iwak kecil di samping Masjid Taqwa Jl Ki Renggo Wirosantiko. Penaburan benih dilakukan secara simbolis oleh Menteri Lingkungan Hidup (LH), Gusti Muhammad Hatta.
    Saat kegiatan, Gusti didampingi Walikota Palembang, Eddy Santana Putra, Wakil Gubernur Bengkulu, Junaedi Hamzah dan Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda Palembang, Apriadi S Busri.
    Tampak hadir di acara tersebut sejumla pejabat di lingkungan Pemkot Palembang seperti Kepala Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (DP2K) Sudirman Tegoeh, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes), Gema Asiani dan kepala dinas lainnya. (mg13)
 (46)


1,3 Juta Warga Palembang Kunjungi Puskesmas

Tribunnews.com - Selasa, 8 Maret 2011 17:17 WIB
   Print Berita Ini   + Text 
1,3 Juta Warga Palembang Kunjungi Puskesmas
ist
Ilustrasi
Laporan Wartawan Sriwijaya Post, Husin 

TRIBUNNEWS.COM, PALEMBANG
 - Warga Kota Palembang saat ini berjumlah 1,7 juta jiwa. Dari angka ini, 1,3 juta warga setiap tahunnya berobat ke Puskesmas yang ada 39 lokasi di 15 Kecamatan. 

Hal ini menunjukan kesadaran masyarakat pentingnya kesehatan dan hidup bersih semakin meningkat. Untuk itu, Pemkot Palembang meningkatkan kualitas Puskemas dengan melengkapi kehadiran dokter spesialis anak, gigi dan kandungan, disamping dokter gigi yang menjadi perioritas.

Walikota Palembang Ir H Eddy Santana Putra MT saat meresmikan Stroke Unit di RSK Charitas mengatakan, di bidang kesehatan, pemerintah memberikan perhatian serius dan meletakan Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Induk sebagai ujuk tombak pelayanan kesehatan."Di Palembang terdapat 1.300 orang dokter," katanya.

Editor: Alfred Dama   |  Sumber: Sriwijaya Post
Akses Tribunnews.com lewat perangkat mobile anda melalui alamat m.tribunnews.com

JUMLAH PENDERITA DIARE DI PALEMBANG MENURUN

JUMLAH PENDERITA DIARE DI PALEMBANG MENURUN


Palembang, 22/3/2011 (Kominfo - Newsroom) Jumlah penderita diare di Palembang menurun, yaitu pada bulan Februari tercatat 3.589 penderita sedangkan pada bulan Januari 2011 tercatat 3.608 penderita dan jika dibandingkan dengan tahun lalu, maka jumlah penderita diare justru kian menurun, dari sebelumnya tercatat 4.304 penderita.
      Meski begitu, Kepala Dinas Kesehatan Kota Palembang Gema Asiani, mengimbau masyarakat untuk tetap waspada akan penyakit yang mengakibatkan tubuh manusia kehilangan cairan ini.
      “Karena sekarang memasuki musim kemarau. Musim ini rentan penyebaran diare,” ujar Gema, di kantornya, Senin (21/3).
      Gema menyebut, Gandus dan Makrayu adalah dua kawasan paling rentan terserang diare. Tahun lalu total ada 3.112 warga Gandus dan 2.420 warga Makrayu kena diare. Sampai dengan Februari tahun ini, sebanyak 175 warga Gandus dan 172 warga Makrayu terserang diare.
      Gema Asiani mengimbau warga tetap menjaga kebersihan lingkungan. Setidaknya, warga jangan lupa mencuci tangan, karena dengan mencuci tangan berarti sudah 35 persen dapat mencegah diare.
      “Pokoknya harus jaga kebersihan. Khususnya untuk anak-anak yang berusia 1-4 tahun, karena usia ini rentan terserang diare,” katanya.
       Ia juga mengingatkan agar jangan terlampau banyak mengkonsumsi buah-buahan. “Karena bisa mengganggu pencernaan dan memicu diare,” ujarnya. (why/toeb)

Indonesia Tak Larang Impor Makanan dari Jepang


Indonesia Tak Larang Impor Makanan dari Jepang

Bayam yang dipanen dari provinsi Kanagawa, Jepang. AP/Kyodo News
TEMPO InteraktifJakarta - Pemerintah tidak akan melarang masuknya makanan impor dari Jepang. Namun, Indonesia mensyaratkan makanan yang diimpor dari Jepang harus disertai sertifikat bebas radiasi dari otoritas di Jepang.
 "Jangan bereaksi berlebihan, yang rasional saja, yang tidak aman tidak dipakai, yang aman ya kita pakai," kata Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih dalam jumpa pers usai Rapat Kabinet di Kantor Presiden, Kamis 24 Maret 2011.

Sebelumnya, negara tetangga Australia sudah menerapkan larangan impor makanan dari Jepang sebagai langkah pencegahan terhadap bahaya radiasi nuklir. Langkah Pemerintah Australia itu menyusul Amerika Serikat dan Singapura yang sudah lebih dulu melarang masuknya makanan dari Jepang.
 Badan Keamanan Makanan Australia mengatakan otoritas karantina telah memerintahkan penghentian impor seluruh makanan yang berasal dari wilayah Fukushima, Gunma, Ibaraki dan Tochigi di Jepang, yang merupakan daerah-daerah yang terdeteksi telah terpapar radiasi. 

Jenis makanan yang dilarang itu antara lain rumput laut dan ikan yang sebelumnya diimpor dalam jumlah kecil. Demikian pula produk susu dan produk segar lainnya kendati sebelumnya Australia tidak mengimpornya.

Menurut Endang, pemerintah hanya akan membatasi masuknya makanan asalkan ada sertifikat lolos radiasi radioaktif. "Kita tidak akan sejauh itu (melarang)," katanya. Ia memastikan makanan olahan yang dikirim setelah tanggal 11 Maret 2011 merupakan makanan yang sudah terkontaminasi dengan radiasi. Namun makanan tersebut kini sudah tidak ada.
 Berdasarkan data pengapalan, makanan olahan Jepang yang beredar di pasaran Indonesia merupakan kiriman 9 Maret 2011 dan tiba di Indonesia pada 18 Maret 2011. "Jika setelah itu, harus dilengkapi sertifikat bebas radiasi," ujarnya.

Sedangkan untuk makanan segar, Endang mengatakan akan menyerahkannya kepada Kementerian Pertanian dan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk menyeleksi makanan yang masuk ke Indonesia. "Yang terlanjur masuk setelah 11 Maret akan masuk karantina dan cek sampel oleh BATAN," kata dia.
Makanan Jepang yang masuk ke Indonesia seperti roti, mie, bihun, saus, kembang gula, bumbu, kue, makanan kecil, kecap dan bahan tambahan pangan. Jika sudah disertai sertifikat dari otoritas Jepang, maka Pemerintah Indonesia tidak akan memeriksa lagi makanan tersebut.
 Pemerintah, kata Endang, percaya dengan jaminan penerbitan sertifikat bebas radiasi dari otoritas Jepang. Otoritas di Jepang setara dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan di Indonesia dan telah diakui secara Internasional. "Jika kita keluarkan sertifikat tidak dicek lagi di negara lain, demikian juga di kita. Kita hormati negara lain," ujarnya.

Pemerintah juga tidak membuat aturan baru mengenai sertifikasi bebas radiasi, karena sudah ada Peraturan Menteri Kesehatan yang terbit pada tahun 1987 saat mengantisipasi masuknya makanan paska bencana nuklir di Chernobyl. Aturan tersebut dikeluarkan untuk membatasi masuknya makanan dari Eropa Timur. "Kita hanya tambahkan saja untuk Jepang juga bahannya tidak hanya Cesium tapi juga Iodium," ujarnya.

EKO ARI WIBOWO 

HARI KESEHATAN 2011 BAHAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK

Kirim Berita




HARI KESEHATAN 2011 BAHAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK

Jakarta, 17/3/2011 (Kominfo-Newsroom) Menyambut Hari Kesehatan Sedunia yang diperingati setiap 7 April, WHO menetapkan tema Antimicrobacterial Resistance and its Global Spread sedangkan Indonesia memilih tema Gunakan Antibiotik Secara Tepat untuk Mencegah Kekebalan Kuman. Tema ini dipilih karena penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat membahayakan kesehatan masyarakat secara global maupun secara individu.
     Pusat Komunikasi Publik Kementrian Kesehatan di Jakarta, Kamis (17/3) menyampaikan, tanggal 7 April menandai dibentuknya Badan Kesehatan Sedunia (WHO), 63 tahun yang lalu.  Setiap tahun, WHO memilih satu masalah kesehatan sebagai tema dan mengajak masyarakat seluruh dunia untuk meningkatkan semangat, kepedulian, komitmen dan gerak nyata dalam mencapai derajat kesehatan dan kesejahteraan secara optimal.
Hal itu juga sejalan dengan salah satu tujuan kebijakan obat nasional yaitu penggunaan obat secara rasional. WHO mengajak pemerintah dan pemangku kepentingan untuk menerapkan kebijakan dan melaksanakan upaya pencegahan dan pengendalian timbulnya resistensi kuman. Pemerintah juga perlu menyediakan pelayanan yang tepat untuk mereka yang terkena resistensi obat.
Menurut WHO, pemilihan tema dilandasi beberapa fakta. Lebih dari 50 persen obat-obatan diresepkan, diberikan atau dijual tidak semestinya. Akibatnya 50 persen  lebih pasien gagal mengkonsumsi obat secara tepat. Padahal, penggunaan obat berlebih, kurang atau tidak tepat akan berdampak buruk pada manusia dan menyia-nyiakan sumber daya.
Sementara lebih dari 50 persen negara di dunia tidak menerapkan kebijakan dasar untuk mempromosikan penggunaan obat secara rasional (POR). Di negara-negara berkembang, kurang dari 40 persen pasien di sektor publik dan 30 persen di sektor swasta diberikan perawatan sesuai panduan klinis.
Penggunaan obat yang tidak rasional terjadi di seluruh dunia. Ditandai, penggunaan obat terlalu banyak/tidak sesuai dosis dan lama konsumsi tidak tepat, peresepan obat tidak sesuai  diagnosis serta pengobatan sendiri dengan obat yang seharusnya dengan resep dokter.
Rendahnya kesadaran masyarakat dalam penggunaan obat yang tidak rasional perlu diwaspadai dampaknya, khususnya pada generasi muda mendatang. Apalagi pemakaian antibiotika yang tidak berdasarkan ketentuan (petunjuk dokter) menyebabkan tidak efektifnya obat tersebut sehingga kemampuan membunuh kuman berkurang atau  resisten.
Jika hal itu terjadi, generasi muda mendatang akan mengalami kerugian yang sangat besar. Akan banyak penyakit yang tidak dapat lagi disembuhkan akibat resistensi. Sedangkan untuk mengembangkan antibiotik yang baru diperlukan waktu dan biaya yang sangat besar. Untuk itu perlu penggunaan obat secara rasional untuk mencegah masalah besar di masa yang akan datang.
Langkah antisipasi untuk meningkatkan perilaku penggunaan obat secara rasional sudah saatnya dilakukan. Upaya itu meliputi  pendidikan masyarakat, pengawasan kepada petugas kesehatan dan  ketersediaan obat secara simultan yang dilakukan oleh pemerintah maupun pihak-pihak terkait.
Penggunaan obat secara rasional (POR) yaitu, pasien mendapatkan pengobatan sesuai  kebutuhan klinisnya, dalam dosis yang tepat bagi kebutuhan individualnya untuk waktu yang cukup dan biaya yang terjangkau bagi diri dan komunitasnya. Jadi POR memiliki empat aspek yaitu pengobatan tepat, dosis tepat, lama penggunaan yang tepat serta biaya yang tepat. (T. Jul/rm)

Sepanjang 2011, 2.141 Penderita DBD di Rumah Sakit



Sepanjang 2011, 2.141 Penderita DBD di Rumah Sakit
Senin, 28 Maret 2011 01:45 WIB     
JAKARTA--MICOM: Sepanjang 2011 sebanyak 2.141 orang terjangkit demam berdarah dengue (DBD) di Jakarta. Virus penyakit mematikan itu mengancam masyarakat Ibu Kota terutama di tengah cuaca yang tidak menentu sekarang ini.

Jumlah penderita tersebut berdasarkan data Dinas Kesehatan DKI sepanjang triwulan pertama 2011. Dengan perincian Januari sebanyak 1.099 kasus, Februari sebanyak 802 kasus, dan Maret sebanyak 240 kasus.     

Menurut Kepala Dinas Kesehatan DKI Dien Emawati, saat ini pihaknya telah menyiagakan puskesmas baik di tingkat kecamatan maupun kelurahan. Sehingga pelayanan terhadap pasien penyakit ini dapat lebih tertangani secara optimal.

Untuk itu, pihaknya menyarankan bagi warga yang terkena DBD menjalani pengobatan melalui terapi suportif. Artinya, pasien disarankan menjaga penyerapan makanan, terutama dalam bentuk cairan. Jika hal itu tidak dapat dilakukan, penambahan dengan cairan intravena mungkin diperlukan untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi yang berlebihan. Sedangkan, transfusi platelet dilakukan jika jumlah platelet menurun drastis     

Selain itu, lanjut Dien, ketika suatu kawasan ada pasien DBD, Dinas Kesehatan DKI sudah siap untuk melakukan fogging di lokasi yang ada warga terkena DBD.

"Fogging dilakukan untuk memutuskan mata rantai penyebaran virus DBD yang dibawa nyamuk Aedes aegypti. Makanya kita lakukan hanya di wilayah yang ada warga terkena DBD saja," ujar Dien, di Jakarta, kemarin. Namun, katanya, jika dibanding tahun lalu jumlah kasus DBD pada periode yang sama tahun ini sangat jauh menurun.

Hal ini bisa teratasi salah satunya melalui program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) berbasis komunitas.

Dalam catatan pihaknya jumlah kasus DBD pada tahun 2007 mencapai 31.836 kasus. Jumlah tersebut menurun pada tahun 2008 yang mencapai 28.361 kasus, kemudian pada tahun 2009 menurun dengan jumlah kasus hanya 18.835 kasus. Dan 2010, jumlah kasus DBD di baru mencapai 12.639 kasus. Untuk tahun lalu Januari 2010  mencapai 1.486 kasus, Februari 2010 cukup tinggi sebanyak 1.815 kasus. Begitu juga dengan kasus DBD per 23 Maret 2010 yang mencapai 2.570 kasus. (Ssr/OL-11) 

Perairan Indonesia Bebas Radiasi Nuklir

Perairan Indonesia Bebas Radiasi Nuklir

Taufik Hidayat - Okezone
Selasa, 29 Maret 2011 13:23 wib
Ilustrasi (Foto: berita Hankam blogspot)
Ilustrasi (Foto: berita Hankam blogspot)
JAKARTA- Wilayah kelautan Indonesia dipastikan terbebas dari kontaminasi radiasi nuklir yang berasal dari instalasi nuklir yang meledak akibat gempa bumi dan tsunami di Jepang.

Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad mengatakan pihaknya bersama Kementerian Kesehatan telah melakukan monitoring untuk mengecek keamanan laut.

"Kemarin kami sudah cek. Kita sudah koordinasi dengan Kemenkes radiasinya, belum sampai kelautan kita. Sekarang kita sudah punya satu alat monitor untuk mengecek sampai mana dia masuk perairan kita. Dari edaran menkes itu tidak ada radiasi," katanya di sela-sela rapat Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Pagu Indikatif 2012 di Istana Bogor, Selasa (29/3/2011).

Fadel menambahkan pihaknya telah melakukan pemantauan di beberapa perairan, seperti Bali teryata hasilnya tidak ditemukan kontaminasi radiasi nuklir. Tidak hanya wilayah perairan yang dilakukan monitoring, tetapi makan juga.

" Kami juga punya alat yang di Bali belum masuk ke perairan kita. Makan-makan kita cek dan kontrol," tandasnya.
(crl)